Wednesday, May 28, 2008

Kado dari Presiden SBY

10 tahun reformasi dan 100 tahun kebangkitan nasional bagi bangsa Indonesia, oleh Presiden SBY diberi hadiah berupa kenaikan harga BBM yang ke "sekian" kali nya. Ntahlah, tak tau lagi apa yang mau dikata. Perubahan besar akibat dampak pemberian hadiah dari Presiden ini, belakangan semakin bergaung dan bergema. jutaan rakyat Indonesia menjadi korban karenanya.
Betapa tidak, disaat kondisi ekonomi yang semakin hari kian susah dimana daya beli masyarakat semakin lemah kini terpaksa harus semakin terpuruk setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak beberapa hari lalu. Tidak tanggung-tanggung kenaikan tersebut sebesar lebih kurang 33% untuk semua komoditi. Jumlah kenaikan yang terbesar dalam sejarah kenaikan harga BBM di Indonesia.

Rasanya pantas sekali kalau mahasiswa dan ormas-ormas lainnya untuk menggelar aksi unjuk rasa di setiap daerah. Disaat seperti memang harus ada yang peduli dengan tindakan semena-mena yang di lakukan Pemerintah terhadap masyarakat Indonesia. Dan sebagai mantan aktivis, darah saya ikut panas seketika menyikapi tindakan pemerintah tersebut. Rasanya ingin menggalang masa besar-besaran untuk turut mengumandangkan penolakan besar-besaran terhadap kenaikan harga BBM ini.

kompensasi yang diberikan sebagai pengalihan subsidi ini hanyalah berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang rencananya akan diberikan hanya kepada masyarakat yang tidak mampu. Begitulah rencana yang dicanangkan oleh Pemerintahsan SBY. Banyak kalangan yang merasa senang, namun banyak juga yang justru menolak dan bahkan mengecamnya. Karena itu semua hanyalah sebuah kamuflase. Yang secara sadar atau tidak seolah-olah berusaha membodoh-bodohi bangsa yang memang lumayan sudah bodoh.

Coba kita renungkan, apalah artinya kita diberikan sejumlah uang sebesar Rp. 100.000 untuk setiap kepala keluarga selama tiga kali berturut selama tiga bulan. atau bahkan ada yang langsung di rapel menjadi Rp 300.000 untuk tiga bulan kedepan. kalau dibandingkan dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok yang menjadi berlipat ganda. Rasanya BLT ini semakin kentara hanya sebagai kamuflase pemerintah agar dapat diterima oleh masyarakat. Dan tentu saja melupakan kondisi masyarakat yang semakin hari semakin kritis (jago mengkritik).